Etika Digital dan Interaksi Sosial: Mengajarkan Sopan Santun di Dunia Maya

Seiring dengan perkembangan teknologi, kehidupan sosial remaja tidak lagi hanya terbatas di dunia nyata. Interaksi kini banyak terjadi di media sosial, forum daring, dan aplikasi pesan instan. Oleh karena itu, mengajarkan etika digital kepada pelajar SMP menjadi sebuah keharusan. Etika ini adalah seperangkat norma dan nilai yang mengatur bagaimana seseorang seharusnya berperilaku dan berkomunikasi secara sopan dan bertanggung jawab di dunia maya. Mengabaikan hal ini dapat memicu konflik, perundungan siber, bahkan masalah hukum yang serius.

Salah satu aspek terpenting dari etika digital adalah menjaga komentar dan perkataan. Apa yang kita tulis di media sosial atau grup obrolan bisa tersebar dengan cepat dan sulit dihapus. Kata-kata yang merendahkan, menyebarkan gosip, atau bahkan ancaman, bisa berdampak besar pada kesehatan mental orang lain. Menurut laporan yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak pada 12 Agustus 2025, kasus perundungan siber di kalangan remaja meningkat 30% dalam satu tahun terakhir. Laporan ini menunjukkan bahwa membekali siswa dengan pemahaman akan dampak ucapan mereka di dunia maya sangatlah mendesak.

Pentingnya etika digital juga berkaitan dengan privasi dan keamanan. Siswa harus diajarkan untuk tidak membagikan informasi pribadi seperti alamat rumah, nomor telepon, atau jadwal harian mereka kepada orang yang tidak dikenal. Mereka juga perlu memahami bahwa foto atau video yang diunggah dapat disalahgunakan oleh pihak lain. Pada 19 September 2025, petugas dari Unit Siber Kepolisian Resort, Inspektur Budi, mengadakan sosialisasi di SMP Tunas Bangsa. Dalam sosialisasi itu, Inspektur Budi menjelaskan modus-modus kejahatan siber yang menyasar remaja dan memberikan tips praktis untuk menjaga keamanan data pribadi. “Kami ingin pelajar memahami bahwa dunia maya juga memiliki risiko, dan mereka harus bisa melindungi diri sendiri,” ujar Inspektur Budi.

Selain itu, sekolah dan orang tua memiliki peran krusial dalam menanamkan etika digital ini. Sekolah dapat mengintegrasikan topik ini ke dalam kurikulum atau mengadakan lokakarya rutin. Sementara itu, orang tua harus menjadi contoh yang baik dan menjaga komunikasi terbuka dengan anak-anak mereka. Pada 24 Oktober 2025, SMP Pelita Harapan mengadakan seminar dengan mengundang seorang ahli psikologi, Ibu Sinta, untuk membahas peran orang tua dalam mendampingi anak-anaknya di dunia maya. Ibu Sinta menyarankan agar orang tua tidak hanya mengawasi, tetapi juga aktif berdiskusi tentang apa yang anak-anak mereka temukan atau alami secara daring.

Secara keseluruhan, pemahaman akan etika digital adalah bekal yang tidak terpisahkan dari pendidikan modern. Dengan mengajarkan sopan santun, tanggung jawab, dan kesadaran akan keamanan di dunia maya, kita tidak hanya melindungi siswa dari berbagai ancaman, tetapi juga membentuk mereka menjadi warga digital yang beretika dan mampu berinteraksi secara positif. Ini adalah investasi penting untuk menciptakan generasi yang cerdas dan bertanggung jawab di era digital.