Debat Filosofis Edukasi digital adalah sebuah diskursus yang mendalam mengenai hakikat pendidikan di tengah gelombang digitalisasi, khususnya dari sudut pandang kaum tradisional. Pergeseran metode pengajaran dari luring ke daring memunculkan pertanyaan fundamental tentang nilai-nilai inti pendidikan, interaksi manusia, dan peran teknologi. Artikel ini akan mengulas perspektif kaum tradisional dalam Debat Filosofis Edukasi digital.
Kaum tradisional seringkali menyoroti pentingnya interaksi langsung antara guru dan siswa. Bagi mereka, pendidikan bukan hanya tentang transfer informasi, melainkan juga tentang pembentukan karakter, pengembangan nilai moral, dan penguasaan keterampilan sosial yang hanya bisa terjadi melalui kehadiran fisik dan interaksi tatap muka. Suasana kelas, dinamika diskusi langsung, dan hubungan personal antara pendidik dan peserta didik dianggap esensial dalam proses pembentukan individu seutuhnya. Dalam pandangan ini, platform digital, meskipun efisien dalam penyampaian konten, mungkin tidak dapat sepenuhnya menggantikan kekayaan pengalaman belajar di ruang kelas fisik.
Kekhawatiran lain dalam Debat Filosofis Edukasi ini adalah potensi penurunan kualitas interaksi dan kedalaman pemahaman. Meskipun platform digital menawarkan berbagai alat kolaborasi, kaum tradisional berpendapat bahwa interaksi melalui layar cenderung lebih dangkal dan kurang autentik. Selain itu, ada kekhawatiran tentang distraksi digital, ketergantungan pada teknologi, dan potensi menurunnya kemampuan berpikir kritis serta daya analisis mendalam jika siswa terlalu bergantung pada informasi instan yang mudah diakses secara daring. Mereka juga mempertanyakan apakah pendidikan digital dapat menumbuhkan kreativitas dan pemikiran orisinal sebaik metode konvensional.
Aspek filosofis terkait disiplin dan etos belajar juga menjadi perhatian. Lingkungan belajar fisik seringkali dianggap lebih kondusif untuk menanamkan disiplin, tanggung jawab, dan etos kerja yang kuat. Kontrol terhadap perilaku siswa dan pengawasan langsung oleh guru menjadi lebih sulit dalam pembelajaran daring.
Sebagai contoh, pada sebuah simposium akademik bertema “Revitalisasi Humanisme dalam Pendidikan Era Digital” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Filsafat Pendidikan Indonesia (AFPI) pada hari Jumat, 28 Juni 2024, pukul 09.00 WIB, di Auditorium Pusat Kebudayaan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dibahas mengenai tantangan etis dan moral dalam pembelajaran digital. Simposium tersebut dihadiri oleh para filsuf, akademisi, dan praktisi pendidikan dari berbagai universitas, termasuk Bapak Prof. Dr. Budi Mulyono, seorang pakar filsafat pendidikan dari Universitas Indonesia.
Dalam Debat Filosofis Edukasi digital ini, pandangan kaum tradisional tidak bermaksud menolak teknologi sepenuhnya, melainkan menyerukan keseimbangan. Mereka menekankan bahwa teknologi harus menjadi alat pendukung, bukan pengganti esensi pendidikan yang berpusat pada pengembangan manusia seutuhnya, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai interaksi sosial dan kedalaman intelektual yang menjadi ciri khas pendidikan sejati. Ini adalah seruan untuk bijak dalam mengadopsi teknologi tanpa mengorbankan fondasi filosofis pendidikan.